Aku Berubah Menjadi si Diding
Sepertinya lagu "bangun tidur ku terus mandi" nggak berlaku buat aku. Buktinya tadi pagi aku bangun tidur tapi nggak langsung mandi, malah berkubang di atas kasur. Sudah saatnya aku harus beranjak dari tempat sialan yang selalu menggodaku untuk tidur, tapi aku harus mandi. Males. Dan kampretnya, di rumahku mati lampu dari jam 5 pagi, jadi semuanya gelap. Air di bak tinggal sedikit lagi. Aku mandi dengan air seadanya, gosok gigi, jebur jebur jebur, sabunan, jebur jebur jebur, selesai. Tapi si listrik nggak nyala-nyala, perasaan si Ibu udah bayar listrik dan sekarang udah jam 6.15. Aku masuk kuliah jam 7.00. Kata dosennya kami wajib dateng tepat waktu. Setauku yang wajib itu sholat.
Jam 6.25 aku masih setia untuk menunggu listrik nyala, soalnya baju, celana, dan kerudung harus di setrika dulu karena kusut. Aku pasrah, hanya pakai baju seadanya. Jam 6.35 aku berangkat dari rumah, nggak makan, nggak minum, padahal bukan bulan puasa. Dengan tiba-tiba aku udah ada di kelas, baru sampai. Di kelas, baru sedikit sekali makhluknya, aku berasa hebat karena nggak telat. Setelah kelas penuh, sekitar jam 8.15 dosen pun datang. Ih! Sendirinya telat! Karena telat, si Ibu langsung kasih Tes Pauli sebelum nantinya kami skoring dan analisis hasilnya. Ditengah-tengah waktu pengerjaan tes, aku merasakan ada sesuatu yang aneh pada anggota tubuhku. Bibirku! Bibirku terasa aneh!!
Jam 6.25 aku masih setia untuk menunggu listrik nyala, soalnya baju, celana, dan kerudung harus di setrika dulu karena kusut. Aku pasrah, hanya pakai baju seadanya. Jam 6.35 aku berangkat dari rumah, nggak makan, nggak minum, padahal bukan bulan puasa. Dengan tiba-tiba aku udah ada di kelas, baru sampai. Di kelas, baru sedikit sekali makhluknya, aku berasa hebat karena nggak telat. Setelah kelas penuh, sekitar jam 8.15 dosen pun datang. Ih! Sendirinya telat! Karena telat, si Ibu langsung kasih Tes Pauli sebelum nantinya kami skoring dan analisis hasilnya. Ditengah-tengah waktu pengerjaan tes, aku merasakan ada sesuatu yang aneh pada anggota tubuhku. Bibirku! Bibirku terasa aneh!!
"Ini kenapa ya?" (suara di dalam hati)Setelah Tes Pauli selesai, aku coba memberanikan diri untuk melihat di cermin apa yang terjadi pada diriku. Sebenarnya aku nggak mau liat cermin, soalnya takut kaget. Dan ternyata, nggak nyangka banget, aku berubah menjadi Leilly Jolie, tapi jadinya Leilly Jolie Setengah. Kenapa? Angelina Jolie mempunyai bibir yang tebal dan seksi. Aku senang karena bibirku juga tebal, tapi sayang, hanya atasnya, ah aku nggak jadi senangnya.
"AH JEDING!" (hatiku ada suaranya)Seketika bibir atasku mancung, melebihi hidungku yang alakadarnya.
“KAMPRET!” (katakku dalam hati)
Aku bingung harus bagaimana, kalau semua teman-temanku di kelas lihat, pasti mereka semua akan tertawa. Akhirnya aku memilih jalan untuk pasrah, karena katanya pasrah itu baik. Aku menghindari kontak mata dengan teman-temanku, dan pada akhirnya aku menutup setengah bibir Angelina Jolie ku ini dengan menggunakan tissue. Setelah mata kuliah itu selesai, masih ada mata kuliah kedua yaitu Konstruksi Tes. Dan aku yakin itu akan sangat membosankan. Ternyata benar. Aku dan semua teman-temanku di kelas tidak bisa mengelak.
“Lebih baik aku beritahu mereka duluan keseksian bibir setengahku ini, daripada mereka melihat dengan sendirinya”, (suara niatku dalam hati)
Akhirnya aku putuskan untuk memberitahukan temanku yang duduk di sebelahku. Jadi posisi duduknya itu aku duduk di baris ketiga dari depan, di sebelah kiri ku ada si Ijal dan Rulio, dan sebelah kanan ku ada si Anggit. Ya sudah aku bilang sama si Anggit dengan keadaan pasrah, karena aku sudah yakin dia pasti akak tertawa,
“Ngit ngit, aku mau kasih tau sesuatu, tapi jangan ketawa ya? TADAAAAA” (kemudian aku membuka tissue)
Ternyata benar, si Anggit ketawa pas aku memperlihatkan kejedingan bibir ini dengan wajah tanpa ekspresi. Sialnya, obrolan aku dengan si Anggit kedengeran sama si Ijal dan Rulio yang menyebabkan mereka ingin tau.
“Kenapa sih? Kenapa?”, (kalo ga salah ini si Ijal yang nanya)“Itu liat geura (coba) bibir si Didot bagus”, (kata si Anggit sambil ketawa)
Ah! Bibirku dibilang bagus!
“Mana cik (coba) mana liat”, (Ijal ngomong)
Si Ijal sama si Rulio maksa pengen liat keseksian bibir aku. Tapi aku nggak mau ngeliatin, soalnya hobi mereka itu sama, ngetawain aku dalam keadaan apapun. Dan sialnya ketawa si Ijal itu gede banget, aku takut ketauan dosen, nanti dosennya ikut tertawa, dan pasti semuanya juga akan tertawa, termasuk aku sendiri. Disitu aku panik, si Ijal sama Rulio maksa aku buat buka tissue yang berfungsi untuk menutupi bibir yang kata si Anggit ini bagus.
“CELAKA!”, (pikirku dalam hati)
Aku diamkan saja mereka, karena aku harus berpikir bagaimana caranya agar keluar dari situasi ini. Tapi aku lemah, akhirnya si Ijal dan Rulio mengetahui bentuk bibir yang indah ini. Nggak akan nyeritain keadaan Ijal sama Rulio waktu itu, karena kalian pasti sudah bisa menebaknya.
“Tik, bawa masker ga?”, (kata aku dengan keadaan masih menutup bibir yang bagus ini dengan tissue seadanya)“Engga, buat apaan?”, (kata Tika)“Buat aku, ya udah nuhun (makasih)” (aku pasrah)
Sedih dan bingung rasanya, soalnya aku sudah mulai merasa pegal karena nutupin si bibir pake tangan supaya nggak diliat orang. Sepanjang kuliah mereka bertiga maksa aku untuk memperlihatkan kejedinganku ini. Si Ijal tiba-tiba ngegambar, iya, ngegambar apalagi selain ngegambar keadaanku saat itu. Lalu mereka bertiga ngasih aku nama “DIDING” alias "DIdot jeDING". Ah, aku merasa seperti terlahir kembali. Aku mah ketawa aja lah da emang lucu.
Kuliah hari ini selesai, aku sangat bersyukur. Alhamdulillah.
"Anterin aku beli masker!"Aku minta anter si Anggit, Ijal, dan kang Rusman untuk membeli masker di Omni O (minimarket yang ada di kampus) karena aku lupa si Rulio kemana, dan tiba-tiba kang Rusman berada bersama kami dan dia sudah mengetahui siapa aku sebenarnya. Iya, Leilly Jollie setengah. Di sepanjang jalan menuju Omni, mereka bertiga senang sekali memanggilku Diding. Aku juga senang, karena sudah bisa membuat mereka tertawa, setidaknya.
Hore! Maskernya ada! Aku berasa bebas saat itu, karena akhirnya bibirku terlepas dari tissue. Kami berempat memang kompak, perut kami semua meminta dimasukkan makanan, dan rasa lapar ini mengakibatkan kedelapan kaki kami melangkah secara bersamaan ke Pandan Wangi yang letaknya tidak jauh dari kampusku. Aku mengambil nasi, sedikit mie, dan ayam yang di atasnya dikelilingi oleh sambal berwarna hijau. Semoga bukan pewarna pakaian.
"Duh, nggak mungkin makan dengan keadaan pake masker! Ya udah deh lepas aja", (hatiku bersuara lagi)
Akhirnya aku lepas maskerku, dan kalian pasti sudah bisa menebaknya, Anggit, Ijal, dan kang Rusman tertawa sangat keras ketika melihat bibirku yang seksi sebelah ini lebih besar dari biasanya. Ah, aku sengajakan saja di manyun-manyunin biar mengganggu konsentrasi mereka makan, dan benar saja, mereka tidak konsen dan sampai ada yang keselek (tersedak).
“Hahaha sukurin!” (kataku bercanda)
Tapi nggak apa-apa, aku mah santai saja. Lama kelamaan mereka terbiasa melihat kejedinganku ini, tapi sesekali mereka mengeluarkan tawaan misterius di tengah-tengah keadaan sedang makan. Tapi jedingku ini tak separah tadi waktu di kelas, itu seram sekali, aku saja hampir nggak percaya yang di cermin itu adalah aku. Ternyata di belakang kami, ada kakak tingkat juga makan disana, kang Eko dan kang Geris, aku menunduk karena malu. Pulang! Hore! Aku bebas!
Di angkot, aku masih merasa bibirku masih jeding, tapi ah sudahlah nanti juga sembuh sendiri. Sesampainya di rumah, si Ibu merasa heran, ada yang janggal dari diriku, dan akhirnya si Ibu tau kalau bibirku mancung sebelah
Di angkot, aku masih merasa bibirku masih jeding, tapi ah sudahlah nanti juga sembuh sendiri. Sesampainya di rumah, si Ibu merasa heran, ada yang janggal dari diriku, dan akhirnya si Ibu tau kalau bibirku mancung sebelah
“De, bibir kamu kenapa? Naha bibir kamu jeding? (kenapa bibir kamu jeding?)”,
Bahkan sampai sekarang pun aku menulis cerita ini, bibirku masih seperti Angelina Jolie sebelah. Ya tak apalah, kali-kali sekai, besok juga mungkin akan segera sembuh. Aku berpikir, obat apa yang bisa bikin sembuh? Apa bibir aku harus pake Autan biar nggak digigit serangga? Atau aku pakaikan minyak jelantah biar serangga yang hinggap di bibirku ini tergelincir sampai mengarah pada bibir temanku di sebelah, dan jeding juga sama kayak aku? Ya udah, nanti aku coba, kalo jeding lagi. Semoga tidak.
Bandung,
11 Februari, setahun sebelum tahun 2015.
Ditulis ulang, 16 Maret Dua Ribu 17.
Wah, sudah tiga tahun yang lalu!
Alhamdulillah! Terimakasih, Allah! Aku masih hidup!
Horeee!
Bandung,
11 Februari, setahun sebelum tahun 2015.
Ditulis ulang, 16 Maret Dua Ribu 17.
Wah, sudah tiga tahun yang lalu!
Alhamdulillah! Terimakasih, Allah! Aku masih hidup!
Horeee!
Comments
Post a Comment